Selasa, 20 Mei 2008

Flora & Fauna kalimantan Barat

Flora-Fauna

Tuna Wisma di Tanah Kelahiran

Tanggal 5 November telah ditetapkan oleh Pemerintah sebagai Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional. Tak seperti Hari Lingkungan Hidup dan Hari Bumi, hari tersebut tidak diperingati oleh banyak kalangan. Bahkan lebih cenderung dilupakan oleh kalangan pemerintah yang telah membuat penetapannya.

Puspa dan satwa langka (dan dilindungi) selalu digunakan oleh berbagai pemerintah provinsi maupun kabupaten-kota sebagai maskot kebanggaan daerah. Untuk acara pekan olahraga nasional (PON) yang akan diselenggarakan di Kaltim tahun depan, juga menggunakan tiga satwa langka sebagai maskot, yaitu orangutan, pesut dan burung enggang (rangkong). Sayangnya penggunaan satwa (maupun puspa) sebagai maskot, tidak diikuti oleh upaya konkrit perlindungan habitat sebagai rumah berkehidupan bagi puspa dan satwa.

ITIK BENJUT TERTANGKAP PEMBURU DARI KALSEL

"Sungguh malang nasib si benjut, Itik yang jarang sekali dijumpai di perairan danau mahakam harus mendekam dalam kandang bersama puluhan burung belibis lainya. Sesekali hanya bisa berjalan mondar-mandir dalam kandang dan bulunya tampak kusam setelah terkena jaring para pemburu. Entah berapa lama lagi dia akan hidup, karena para pemburu akan segera memotong burung tersebut ketika para tengkulak datang untuk membeli dagingnya".

BAJING DAN TUPAI BORNEO

Kurang tepat bila ada perumpamaan “sepandai-pandainya Bajing meloncat akhirnya jatuh juga”, yang umum adalah “sepandai-pandainya Tupai meloncat akhirnya jatuh juga”. Namun demikian, si Bajing juga tak mau kalah dan juga memiliki kelebihan dibanding tupai. Kata bajing juga populer dipakai dalam bahasa kita yang menjadi kata sifat, yaitu; Bajingan. “Bajingan itu memperdayaiku, kemudian menguras semua harta benda yang kupunya”

Kedua jenis binatang tersebut sama-sama pintar dan hebat, sehingga orang Indonesia sering menggunkan istilah dari kata bajing dan tupai. Bajing dan Tupai memiliki perbedaan, Tupai sepintas mirip dengan bajing, tetapi berbeda anatomi dan perilakunya. Tupai mempunyai moncong sangat panjang (bagian muka, mulut dan hidung) sedangkan bajing tidak demikian.

Kutemukan Itik Benjut



Berawal dari kegiatan Project "Survey Perdagangan Burung Belibis Kembang (Dendrocygna arcuata)" di Danau Mahakam Kalimantan Timur (Jempang, Melintang, Semayang) tahun 2005-2006, dalam 12 kali survei lapangan untuk setiap bulanya terlihat burung itu 2 kali terbang dalam jumlah kecil yaitu 5 dan 8 ekor, namum belum dapat teridentifikasi dari suku Anatidae ini. Burung tersebut sangat liar dan sensitif sehingga tiba-tiba saja terbang menghilang ketika kami berusaha untuk mengamati. Pada bulan September 2006 ketika air danau surut, burung ini terlihat lagi dengan jumlah 5 ekor di daerah danau Jempang dekat Desa Lanting Kutai Barat. Burung ini tampak diam di tempat, kemudian berenang, terkadang terbang dan hinggap di tempat kubangan air danau secara berulang-ulang. Jenis ini adalah jenis burung yang akuatik yang selalu bergantung pada keberadaaan air. Sangat masuk akal bila burung ini mempertahankan daerah kubangan yang masih menyisakan air untuk bertahan hidup.

Nasib Satwa Endemik Kalimantan Bergantung Pada Siapa

Samarinda (30/11/2006). Satwa endemik (khas) Kalimantan hingga saat ini masih belum memperoleh perhatian penuh dari para pihak. Keberadaan satwa endemik Kalimantan, diantaranya Bekantan (Nasalis larvatus), Orangutan (Pongo pygmaeus), Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris), dan Rusa Sambar (Cervus unicolor) masih terancam dengan berbagai aktivitas pembangunan. Kawasan-kawasan bernilai penting yang merupakan habitat satwa endemik Kalimantan terus dieksploitasi atas nama kepentingan ekonomi. “Pemerintah sudah saatnya melindungi kawasan bernilai penting, baik secara ekologis maupun yang bernilai penting secara ekonomis dan sosio-kultural bagi komunitas lokal di Kalimantan”, ujar Muhammad Fadli, Direktur Borneo Ecology and Biodiversity Conservation (BEBSiC).

Dephut Harus Tinjau Ulang Kerjasama Dengan BOSF dan T

Samarinda (6/11). Departemen Kehutanan RI harus meninjau ulang kerjasama yang dilakukan dengan dua lembaga konservasi di Indonesia, yaitu Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) dan The Nature Conservancy (TNC). Dari hasil investigasi yang dilakukan oleh Borneo Ecology and Biodiversity Conservation (BEBSiC), ditemukan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh kedua lembaga tersebut yang mengabaikan kaidah-kaidah konservasi satwa.

"BEBSiC menemukan tingginya angka kematian orangutan di Pusat Rehabilitasi dan Reintroduksi Orangutan di Samboja-Kaltim, yang dikelola oleh BOSF." ujar Muhammad Fadli, Direktur BEBSiC. Ditambahkannya, TNC sebagai lembaga yang bekerja di isu konservasi di Kaltim, juga melakukan pemeliharaan Orangutan di stasiun risetnya di Berau dengan mengikatkan tali di leher Orangutan.

Hentikan Eksploitasi Satwa

Tanggal 5 November diperingati sebagai Hari Cinta dan Puspa Satwa Nasional. Kecintaan terhadap puspa dan satwa tidak harus ditunjukkan dengan memelihara ataupun melakukan eksploitasi satwa. Tindakan Jaya Ancol yang menggelar pertunjukan satwa merupakan salah satu bentuk eksploitasi satwa.

Pertunjukan satwa yang dilakukan oleh Jaya Ancol telah menyalahi prinsip-prinsip kesejahteraan satwa. Termasuk dengan menggunakan satwa yang dilindungi, yaitu lumba-lumba (termasuk satwa dilindungi dalam PP No. 7 tahun 1999) dan anjing laut (merupakan satwa yang dilindungi oleh IUCN (World Conservation Union), sebuah badan konservasi dunia).

Bekantan

Bekantan (Nasalis larvatus) dikenal juga dengan sebutan kera Belanda, bekara, raseng, pika, dan bentangan. Bagian wajah bekantan berwarna merah kecoklatan dan tidak berbulu, sedangkan pada bayi wajah berwarna biru tua (Napier dan Napier, 1967). Kera jantan berhidung besar ini diberi nama setempat bekantan atau Kera Belanda karena mirip dengan Orang Belanda yang terbakar sinar matahari (MacKinnon, 1986).

Bekantan tersebar secara terbatas di Pulau Kalimantan dan beberapa pulau dekat pantai, khususnya yang terdapat di muara S. Brunei dan P. Sebatik di perbatasan Sabah/Kalimantan Timur. Biasanya ditemukan di dekat sungai-sungai besar. Di sungai-sungai Sabah bagian timur yang lebih besar terdapat jauh di hlu sungai (misalnya, di atas S. Danum di hulu S. Segama). Ada laporan-laporan lama dari hulu S. Kapuas di Kalimantan Barat, di Tumbang Maruwe di S. Barito di Kalimantan Tengah dan di S. Mahakam dan S. Kayan di Kalimantan Timur. Keadaan saat ini di pedalaman P. Kalimantan tidak menentu, tetapi jenis ini ada di beberapa bagian pesisir Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, khususnya hilir S. Barito. Distribusi di Sabah bagian barat, Brunei dan Serawak jarang dan tersebar, mungkin mencerminkan distribusi habitat dan tekanan perburuan. Di Brunei melimpah secara lokal di muara S. Brunei tetapi tidak ada catatan dari S. Temburong ke arah timur.

Tidak ada komentar: